YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 08 Januari 2014

Nulis lagi :D

Ngebaca sebuah postingan temen gw ngingetin gw akan blog ini. Blog yg udh lamaaaa banget gak gw urus. Usut demi usut *lebay*, terakhir gw bikin postingan di blog ini Juli 2012, dan sekarang udah Januari 2014, hello!! hampir 2 taun men! ngebaca postingan lama gw bikin gw ketawa sendiri, karena tulisan gw yang bebas abis, gak jelas bahasanya, gak harus urut latar belakang, isi, sama kesimpulan, dan waktu itu gw masih terinspirasi sama tulisan Raditya Dika yang nyeleneh. Beda sama tulisan-tulisan setaun belakangan ini, banyakan tentang politik, terutama kritik sana kritik sini.
Ngomongin tulisan-tulisan gw setaun belakangan ini yang kebanyakan kritik sana kritik sini, lama-lama gw bosen dan capek juga. Kenapa? ada beberapa hal yg bikin gw jd bosen. pertama, gw bingung tulisan yg lebih sering mirip hasil kajian itu dipublikasiin dimana, yg akhirnya lebih banyak kesimpen doang di komputer gw (kurang lebih ada 30an tulisan). kedua, sekalinya gw publikasiin, komennya pedes abis, gak jarang jg sih yang muji. ketiga, semakin gw bikin tulisan yg serba kritik itu, semakin gw ngerasa bodoh, ya lulus sarjana aja belom, udh main kritik sana kritik sini.
Gw orangnya hobi baca, dan ngiler buku. kemana2 kalo ngeliat buku, bawaannya pgn baca (terutama ttg sosok, politik, novel, islam). kebetulan gw belakangan ini dapet 'warisan' buku2 bacaan, ada kali 50an buku hehehe. nah berkaitan sama hobi gw yg suka baca sama ngiler buku, gw punya impian pgn punya perpustakaan pribadi di rumah. keren kan? :D alhamdulillah, modal ngumpulin uang, atau 'warisan'2 dari sodara2 gw, sekarang udh kekumpul satu lemari buku gede sama satu lemari buku kecil (saking banyaknya gw gak sempet ngitung :p)
setaun menjadi menggoreskan pena di bidang politik, gw mulai ngerasa jengah, karena kata orang semakin ngritik orang, apalagi tentang politik, bawaannya suudzon mulu, malah kebawa ke kehidupan pribadi gw. nonton berita, bawaannya suudzon konspirasi politik, ngeliat iklan suudzon kampanye terselubung, nonton acara hiburan suudzon konspirasi pengusaha, dll. Lama2 kasian sendiri sama diri sendiri, suudzon mulu.
Akhirnya, gw memutuskan untuk menulis sosok. Sosok yg udh gw tulis di antaranya Soe Hok Gie, Malala Yousafzai, dan beberapa sosok lainnya. Untuk yang ini, gw baru mulai, jadi mdh2an gw betah hehehe.

Sabtu, 07 Juli 2012

#UIGue, panggilan jiwa utk UI yg lebih baik !!


Gedung berlantai 4 itu menjadi saksi, menjadi pijakan mahasiswa2 yg masih peduli dengan tangisan mahasiswa, yang masih mendengar jeritan2 di dalam lubuk hati tak tersampaikan. Gedung itu senantiasa bergetar akibat gema2 toa yg terus berkoar akan jeritan mahasiswa.

ratusan mahasiswa berjaket kuning bermakara itu melangkahkan kakiny k depan gedung "hijau putih" itu, untuk satu tujuan, untuk menyuarakan hati2 yang senantiasa menjerit akibat mahalny biaya kuliah profesi di kampus "hijau putih" itu. tak henti2ny teriakan demi teriakan penuh gelora dilayangkan kepada kaca2 ruang dekan "hijau putih" itu, dengan harapan beliau masih mempunyai telinga yg mampu mendengar jeritan2 mahasiswa yang selama ini tertutup oleh bobrokny transparansi di fakultas "hijau putih" itu.

jeritan mahasiswa itu begitu menggelora, hingga ke pelosok hati yang paling dalam, walaupun berbeda hati, namun tetap satu kepentingan, menginginkan biaya kuliah yang murah, yang bisa dijangkau oleh setiap kalangan, karena impian mahasiswa fakultas "hijau putih" itu sungguh besar, sungguh ironi, jika impian itu harus terkubur hanya diakibatkan oleh kebijakan stakeholder2 yang tidak memikirkan kantong mahasiswa, hanya memikirkan kantong dirinya sendiri.

transparansi, itulah yg kami suarakan. kemana uang yang orangtua kami bayarkan? kemana larinya "koin2" yang bertebaran di tangan2 mereka? untuk pembangunan gedungkah? untuk perbaikan fasilitaskah? atau untuk mengeyangkan perut sebagian orang di atas sana? ya, kami hanya bisa meringis kesakitan, menahan kesedihan, menatap langit berharap ada malaikat yang memberikan jawabanny kepada kami.

aksi "freeze mob", berdiam sejenak, memikirkan betapa bobrokny kebijakan kampus tercinta ini, merenungkan betapa mirisny sistem keterbukaan publik di kampus tercinta ini, kampus yang katany menyandang nama rakyat, namun sama sekali tidak merakyat. sungguh, kalau "the founding father" pendidikan Indonesia melihat ini semua, mereka akan menangis, sampai darah pun tak mengalir di tubuh mereka.

ini bukan sebuah seruan dari seorang ketua BEM, ini bukan ajakan dari seorang kastrat atw pusgerak, ini bukan rayuan dari seorang Akprop, tapi ini sebuah panggilan dari lubuk hati yang paling dalam, untuk membela diri sendiri, mahasiswa lain, calon maba, bahkan seluruh rakyat Indonesia, untuk kembali "mengingatkan" bahwasany UI adalah kampus RAKYAT, yang menyandang nama RAKYAT, yang seharusny meRAKYAT.

ini bukan tentang cerita, ini bukan sekadar tulisan, tapi ini lebih kepada goresan tinta yang ditetesi oleh lumuran darah oleh goresan2 pisau kehinaan yang terus mencabik2 tubuh mahasiswa yang menjerit di luar sana.

terpanggil hatiny untuk membela mahasiswa FKG? terpanggil hatiny utk menuntut UI yang lebih meRAKYAT?

kenakan jakunmu, kami tunggu esok jm 9 di rotunda.
Hidup Mahasiswa !!
Hidup rakyat tertindas Indonesia !!

Jumat, 08 Juni 2012

No Wamen No Cry


Ketidakjelasan posisi wakil menteri semakin mencuat ke permukaan setelah putusan Mahkamah Konstitusi(MK) tentang Kementerian Negara yang mengabulkan sebagian permohonan pemohon, penjelasan pasal 10 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negerabertentangan dengan Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945″. Putusan ini semakin menggenggam opini masyarakat, sebenarnya jikalau tidak ada wakil menteri, negeri ini akan compang-camping?
            Dalam UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara sudah jelas mengatur bahwa Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian, yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan Kementerian dilakukan dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan janji/sumpah setelah resmi diangkat. Pengubahan Kementerian adalah pengubahan nomenklatur Kementerian dengan cara menggabungkan, memisahkan dengan menggantikan nomenklatur Kementerian yang sudah terbentuk. Lalu, untuk pengangkatan jabatan wakil menteri merupakan hak Presiden bila dirasakan perlu dalam sebuah kementerian.
            Pengangkatan wakil menteri yang saat ini menjadi buah bibir masyarakat, yang hanya Presiden yang bisa menjawabnya. Pernyataan yang mencuat ke permukaan, bila memang dirasa perlu Presiden mengangkat wakil menteri, lantas keperluan apakah yang membuat Presiden sampai mengangkat seorang wakil menteri di kementerian kabinet bersatu jilid II ini? Apakah Presiden merasa posisi menteri yang beliau angkat itu dirasa tidak bekerja maksimal, atau beban kerja menteri terlalu berat, sehingga mengharuskan dirinya mengangkat wakil menteri di bawah posisi menteri? Pertanyaan yang terus melangit, namun tak sampai jawabannya di Bumi. Perlu ada keterbukaan informasi publik terkait keputusan Presiden ini.
            Dalam menjalankan good governance, aspek keterbukaan informasi publik menjadi salah satu aspek yang penting, dengan tujuan untuk menjawab keraguan-keraguan serta opini publik yang dilayangkan kepada Presiden sebagai pelaku good governance, serta menimbulkan kepercayaan publik yang tinggi. Dalam UU No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, keterbukaan informasi publik menjamin hak warga salah satunya untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik. Pengangkatan wakil menteri ini merupakan kebijakan publik, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan, sehingga perlu adanya keterbukaan informasi publik untuk menghilangkan keraguan-keraguan yang ada.
            Melalui keterbukaan informasi atas alasan yang Presiden miliki untuk mengangkat wakil menteri ini akan menjawab keraguan dan opini yang ada, juga dapat menentukan langkah selanjutnya apakah wakil menteri ini memang benar-benar dibutuhkan, atau tidak dibutuhkan sama sekali, dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang ada, sehingga harapannya ke depan, Indonesia akan menjadi pemerintahan yang menjalankan sistem good governance sepenuhnya.

Kamis, 17 Mei 2012

snmptn undangan ga dapet? so what??

gatau kenapa pengen cerita tentang kegagalan snmptn undangan gw, kata orang sih kegagalan seseorang bisa jadi pelajaran untuk keberhasilan. singkatnya, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda :)

tepat hari ini (kayaknya) pengumuman snmptn undangan resmi diumumkan.
2011, tahun gw, adalah pemberlakuan snmptn undangan pertama kali, seolah-olah angkatan gw jadi angkatan percobaan trus dari dulu, contohnya pas SMA pemberlakuan 5 paket UAN. Berubah-berubahnya sistem pendidikan di Indonesia, kayaknya sih cermin dari "kegalauan" pemerintah sendiri. Ganti pemimpin, ganti pula segala sistem pemerintahan Indonesia, terutama pendidikan. *eh

padahal pendidikan itu awalnya dirintis oleh Ki Hajar Dewantara untuk memperjuangkan hak seluruh rakyat Indonesia untuk merasakan pendidikan, sehingga Indonesia bisa mandiri, bebas dari penjajahan. Salah satu cerminannya adalah perguruan tinggi yang ada itu satu tujuan, yaitu memberikan kesempatan untuk pelajar Indoensia untuk merasakan pendidikan Indonesia.

namun, saat ini?? pendidikan Indonesia berada di ambang "komersialisasi". apa itu?? ya, pendidikan digunakan untuk meraih kekayaan sebesar-besarnya. contohnya? RSBI atau SBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang menjanjikan sistem dengan mengutamakan fasilitas yang memadai sebagai penunjang pendidikan, padahal penunjang pendidikan yang paling utama itu adalah tenaga pendidik, bukan fasilitas. Tampaknya juga, RSBI itu hanya sebagai meraih eksistensi, karena kualitas RSBI dan reguler di beberapa sekolah tidak jauh berbeda.

komersialisasi pun menjarah ke perguruan tinggi. perguruan tinggi terus menggalakkan titel "world class university", bagus sih, tapi tampaknya titel yang dimaksud adalah titel secara kualitas fisik, bukan kualitas lulusannya. Kualitas gedung memang sangat bagus, namun kualitas mahasiswa masih dipertanyakan. sehingga, "komersialisasi" pun menjadi jalannya. Ini seperti menyaring calon mahasiswa bukan dari segi kualitas kecerdasan, namun dari segi kuantitas uangnya.

eh kok jadi ngomongin politik ya? maklum deh, anak mipa passion politik :P
balik lagi ke topik..

jadi snmptn undangan gw milih kedokteran ui, teknik kimia ui, ama kimia ui, trus ama itb gw lupa jurusannya. pas tanggal 17 Mei pengumuman undangan diumumin di situs resmi snmptn undangan. dan gw ga keterima ...

sakit hati sih, ngarepin undangan biar tenang trus gausah belajar lagi hahaha..
tapi kalo gw keterima, gw ga bakal ngerasain nikmatnya dapetin apa yang gw pengenin dengan keringet sendiri. bimbel sana sini, belajar pagi malem, siang sore kongkow lah ya :D

jadi sebelum snmptn undangan, orangtua nyaranin gw buat daftar universitas swasta, sebut Universitas Yarsi. kenapa? soalnya sodara2 gw merekomendasiin ke orangtua gw. ya, gw sebenernya gamau, karena biaya kuliahnya itu, masuk aja 200juta, per semester 70 juta. stress kan -,- ohiya itu biaya masuk kedokterannya...

gw disuruh ikut ujian tulisnya, ya gw ikut aja, gamau bantah orangtua. dan ... keterima ... antara alhamdulillah dan astaghfirullah.. alhamdulillah, gw udh bikin orangtua tenang seenggaknya gw abis SMA ga nganggur, astaghfirullahnya, gw ga ngebayangin bayar kuliah segitu uang orangtua -,- dan gw bakal jadi beban berat harus sukses kuliahnya dengan niatan gamau ngecewain orangtua yang udah bayar uang segitu...

pas ga keterima undangan, orangtua gw ngomong, "untung ya udah keterima di Yarsi, jadi seenggaknya kamu ga nganggur".. gw cuma bisa diem, dan ngomong dalem hati, "ga, gw ga boleh tenang, gw harus masuk univ negeri, tepatnya UI"..

tapi yang gw bingung adalah, gw harus dapet kedokteran UI di snmptn tulis, soalnya bokap gw pengen banget gw masuk kedokteran. what the .. -,- berat men, otak gw ganyampe -,-

namun dengan segala cara, gw berusaha ngeyakinin kalo kedokteran bukan segalanya ke bokap gw, tp tetep bokap bilang kedokteran yang terbaik -,- .. ya, debat panjang sepanjang belajar buat snmptn tulis.. dan bokap gw terus ngomong, "udah Yarsi aja udah, masalah bayaran, kamu gausah pikirin".. gw cuma diem, dan ngomong dalem hati, "ga, gw harus bisa masuk UI, HARUS"

dan sekarang, gw udah berada di Kimia MIPA UI men..
masalah bokap gw?? alhamdulillah bokap gw ridho.. :)

sekian..
semoga bermanfaat, terutama buat adek kelas yang bentar lagi mau liat pengumuman snmptn undangan :)

Kamis, 19 Januari 2012

menghargai peneliti(an)


            Apresiasi yang besar dari masyarakat Indonesia terhadap kemunculan produk asli Indonesia, mobil Esemka, di awal tahun 2012, mengindikasikan bahwa produk Indonesia siap bertarung dengan produk luar negeri. Untuk itu, tentunya riset dalam bidang industri harus terus dikembangkan. Namun, kemajuan ini harus menunggu terompet yang menandakan tahun 2012 menghampiri, sungguh waktu yang sangat lama bagi Indonesia yang sudah merdeka 65 tahun lamanya.
            Dalam bidang SDM, Indonesia tidak perlu diragukan lagi, sudahlah mobil Esemka ini menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia tak perlu khawatir Namun, permasalahan terletak pada kurangnya perhatian pemerintah terhadap peneliti di Indonesia. Acapkali muncul isu tentang hijrahnya peneliti Indonesia untuk melakukan penelitian di luar negeri. Beberapa alasan dilontarkan, di antaranya kebutuhan finansial tidak tercukupi, yang seorang senior LIPI hanya menerima gaji 3,6 juta per bulan dan tunjangan 1,4 juta per bulan dengan total gaji 5 juta per bulan, tentunya berbeda jauh dengan penawaran dari Malaysia sebesar 45 juta rupiah per bulan, dan Amerika Serikat 90 juta per bulan.
            Dalam hal SDA, tentunya Indonesia adalah ‘surga’ bagi para peneliti untuk mengeksplor lebih dalam isi dari perut bumi Indonesia ini. Terbukti, banyak peneliti luar negeri yang semakin meyakinkan niatnya untuk mengisi waktu penelitiannya di Indonesia. Kekayaan alam Indonesia ini pernah digambarkan oleh pidato seorang Soekarno di Surakarta pada tahun 1960an. Beliau mengatakan begini, “Sekarang ini kekayaan kita yang mengagumkan dunia itu sekedar what we have scratched from the surface of our country. Belum kita mengetahui apa lagi Indonesia ini isinya, oleh karena kita memang belum selidiki sama sekali. Ini yang kita ketahui baru, boleh dikatakan, baru yang kita tahu sekarang ini : on the surface. Surface itu kulit, kulit atas itu lho." Lantas ia melanjutkan lagi pengenalannya akan alam Indonesia, "Kita baru garuk kulit tanah air. Huh, ada timahnya, huh, ada minyaknya, huh ada tehnya, huh, ada gulanya, huh, ada tembakaunya, huh, kulitnya, tetapi apa yang terkandung in the womb, di dalam haribaan Ibu Pertiwi, kita belum tahu. Kita belum tahu apa yang terbenam di dalam tanah Indonesia ini. Maka oleh karena itu, saya berkata: kekayaan kita ini baru, what we have scratched from the surface of our country." Tentunya SDA bukanlah menjadi penghalang bagi peneliti Indonesia untuk meneliti di negerinya sendiri atau bukanlah menjadi alasan untuk hijrah.
            Sudahlah mobil Esemka menjadi ‘tamparan’ bagi pemerintah untuk menghargai peneliti(an) di Indonesia. Kemajuan penelitian juga menjadi salah satu indikator maju mundurnya sebuah bangsa. Negeri ini terlalu kaya untuk diteliti, oleh sebab itu negeri ini juga harus melahirkan peneliti-peneliti yang bisa mengeksplorasi kekayaan alam ini tidak hanya sekadar permukaannya saja, namun sampai ke perut bumi Indonesia. Oleh karena itu, menghargai peneliti(an) di Indonesia sangat diperlukan sehingga peneliti betah dan bisa memajukan perindustrian Indonesia.

tulisan gue yg satu ini gue coba kirim ke redaksi seputar indonesia, tp ga dimuat sepertinya T.T tetep semangat lah buat tulisan berikutnya :D
salam spons :D

RSBI, Kastanisasi pendidikan di Indonesia

           Sungguh mulia sekali cita-cita bapak pendidikan Indonesia beserta beberapa tokoh perjuangan bidang pendidikan pada zaman menuju kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara dan tokoh seperti Ahmad Dahlan dalam menghilangkan diskriminasi pendidikan yang hanya diperuntukkan kepada golongan non pribumi. Sebagai contoh, Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara yang menjadi pelopor perjuangan bangsa, menjadi batu acuan kesadaran wawasan pengetahuan masyarakat Indonesia. Ahmad Dahlan, pelopor sekolah Muhammadiyah, pun menjadi cambukan kepada bidang pendidikan, bahwasanya pengetahuan umum harus diimbangi dengan aspek keagamaan. Pendidikan yang mereka tawarkan semuanya memiliki tujuan yang mulia, yang memelopori pendidikan sebagai suatu cambuk kesadaran masyarakat untuk memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang luas, namun tidak melupakan aspek keagamaan yang menjadi aspek penting dalam pendidikan itu sendiri.

           Sebuah transisi yang sangat besar dilakukan oleh beliau, dari ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya pendidikan, tentang terjajahnya keinginan untuk mengenyam pendidikan, bahkan untuk mengecap pendidikan sekalipun ke arah sebuah kesadaran besar akan betapa butuhnya mereka sebuah pendidikan bagi setiap golongan, menghilangkan adanya sebuah diskriminisasi terhadap peserta pendidikan. Sebuah pertanyaan besar muncul atas dasar kesadaran mereka untuk membuat bangsa Indonesia lepas dari belenggu tangan laknat para penjajah, “kapan bangsa ini merdeka, kalau rakyatnya diperlakukan seperti ini?”. Kesadaran tersebut pula yang menjadi sebuah dasar kebangkitan pendidikan nasional.
            Hari demi hari, tahun demi tahun, masa pun telah berganti, sudah enam puluh enam tahun bangsa ini telah menikmati kemerdekaannya.Selama itu pula, bangsa ini masih bisa belum lepas dari sejumlah masalah dalam bidang pendidikan. Mulai dari permasalahan infrastruktur sekolah, kegagalan sejumlah sekolah dalam mendidik siswanya, mewabahnya plagiarisme di kalangan pelajar, semakin tertanam mindset orientasi kepada hasil, hingga masalah yang baru mencuat, yaitu hitam putihnya masalah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional).
            Perlu tentunya kita mengetahui bagaimana sistem RSBI ini terbentuk. Sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Selanjutnya pemerintah melalui Pendidikan yang dimaksud di sini tentunya adalah pendidikan yang bermutu serta berkualitas dalam tujuannya menghasilkan lulusan yang berkualitas pula dengan pembiayaan yang minimal.
            Seiring berjalannya waktu, kata-kata pembiayaan yang minimal seolah hanya tetesan tinta yang tertulis di lembaran kertas saja, namun realisasinya masih dipertanyakan, karena ditemukan sejumlah diskriminasi dan kastanisasi dalam penyelenggaraan sistem RSBI ini. Hanya orang yang lahir dari orangtua yang berkantong yang dapat merasakan sistem pembelajaran ini. Sedangkan bagi orang yang berasal dari keadaan ekonomi yang pas-pasan, merasakan RSBI hanyalah sebuah goresan tinta putih di atas kertas putih.
            Realitas kastanisasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari pola rekrutmen yang hanya diperuntukkan kepada orang yang berharta. Harapan kelas RSBI dapat ditopang oleh orang yang berharta, karena hanya orang yang berani membayar mahal yang bisa dimanfaatkan untuk perbaikan dan pengadaan fasilitas sekolah untuk menunjang pembelajaran, seperti AC, LCD, ruang kelas yang megah, dan sebagainya.
            Lepas dari komitmen awal dari pendirian kelas RSBI ini yang memiliki janji untuk meningkatkan mutu lulusan yang berkompeten, yang dapat bersaing dalam pentas global, namun dalam realitasnya, sistem ini cenderung difungsikan sebagai sesuatu yang pragmatis.
            Banyak sekolah yang mengajukan dirinya kepada pemerintah untuk memegang amanat sebagai penyandang RSBI ini, namun tidak sedikit dari sekolah-sekolah pengaju RSBI tersebut yang infrastruktur dan fungsi fungsionalnya belum berjalan dengan baik, bahkan jauh dari sebuah syarat dari penyandang RSBI ini. Namun, apa yang menjadi dorongan untuk mengajukan dirinya untuk menyandang RSBI ini?
            Pertama, RSBI sudah jelas memiliki tarif yang berbeda dengan kelas reguler. RSBI sudah jelas pula tidak mungkin menampung calon-calon pelajar yang berasal dari ekonomi lemah karena tuntutan seleksi finasial yang kian melangit. RSBI tidak lain sebagai kelas “bertarif” (biaya) internasional, bukanlah “bertaraf” (kualitas) internasional.
            Kedua, RSBI ini seperti alat komersialisasi. Alat perdagangan. Beberapa sekolah berlomba-lomba menyandang RSBI ini semata mata untuk “menjual” nama sekolah mereka ke calon-calon pelajar supaya banyak calon pelajar yang mendaftar. RSBI hanya sebagai penghias tulisan di spanduk penerimaan siswa baru. Kelas RSBI ini pun seperti ajang pengumpulan uang sebanyak-banyaknya, karena hanya orang berharta saja dan berani membayar berapapun mahalnya yang dapat merasakannya. Komersialisasi ini pun semakin dihalalkan, karena tidak adanya seleksi akademik yang ketat, namun ditekankan pada seleksi finansial.
            Ketiga, kata diskriminisasi mau tidak mau harus diterima. Kelas yang menyandang RSBI diberikan pelayanan yang lebih, fasilitas yang lebih serta perhatian yang membuat iri penyandang reguler di pundak. Anekdot tukang becak, “bayar murah kok minta selamat” tepat untuk menggambarkan kondisi ini.
            Keadaan ini jauh sekali dengan tujuan awal dari pendidikan yang digalakkan oleh Ki Hajar Dewantara dan Ahmad Dahlan. Pendidikan yang awalnya menjadi cambuk untuk mengeluarkan diri dari belenggu penjajah dengan cara membangun kesadaran untuk berubah, dengan menanamkan nilai-nilai moral yang baik, nilai etika yang berkualitas dengan harapan yang baik pula, dengan mementingkan proses, tidak hanya mementingkan hasil, berubah menjadi pendidikan yang mengorientasikan dirinya hanya pada pencapaian hasil, tanpa melalui sejumlah orientasi proses, yang sangat berbeda seperti yang digalakkan oleh Ki Hajar Dewantara pada awal pembentukan pendidikan dahulu.
            Para tokoh pejuang pendidikan telah mewariskan pemikiran tentang esensi pendidikan yang baik. Mereka tidak hanya mengorientasikan pendidikan hanya pada pencapaian hasil, namun pada proses dalam pendidikan itu pula. Pola yang dikembangkan tersebut menghasilkan manusia yang berintelektual dan berkualitas dalam moral. Mindset inilah yang harus kembali dibangun agar dapat menghasilkan manusia yang berintelektual dan bermoral baik.Negeri ini butuh teori-teori cerdas dan aksi-aksi cerdas. Dari proses pendidikan yang cerdas pulalah hal tersebut didapat.

alasan kenapa kita ga punya waktu belajar

Sebenernya, Kalo kita gak punya waktu untuk belajar, itu bukan kesalahan kita loh.. emang waktunya aja kurang, berikut penjelasan kenapa kita bisa kekurangan waktu buat belajar, cek it dot..


Dalam 1 tahun, ada 365 hari

Dalam 1 tahun ada 52 hari Minggu, 
sisa: 313 hari

Tiap orang tidur 8 jam sehari, kira- kira jadi 122 hari kalo dijumlah
sisa: 191 hari

Tiap hari, orang olahraga 1 jam, biar sehat, gak mau dong kita sakit, total 15 hari
sisa: 176 hari

Tiap hari, orang makan 2 jam, gak mungkin kan belajar dengan perut kosong, total jadi 30 hari
sisa: 146 hari

Ngobrol tiap hari 1 jam, biar kita gak jadi anti sosial dan ketinggalan info dunia luar, total 15 hari
sisa: 131 hari

Hari yang ada ujiannya, pasti terlalu setres kan belajar kalo lagi ujian dan ulangan, minimal 1 tahun 50 hari
sisa: 81 hari

Hari libur nasional, lebaran, natal, imlek, cuti bersama, dan lain lain, total 40 hari
sisa: 41 hari

Hari sakit, normal kan sakit?? itu deh, setahun 10 hari kita sakit
sisa: 31 hari

Libur semester, kan tiap abis semester kita libur, ambil deh 2 minggu, jadi 14 hari
sisa: 17 hari

Waktu kita di perjalanan pulang pergi ke sekolah, ambil deh 30 menit, total, 8 hari
sisa: 9 hari

Nonton tv, dengerin musik, dan lain lain, ambil total 30 menit doang sehari, total 8 hari
sisa: 1 hari

1 hari terakhir ini, udah pasti hari ulang tahun kan??
sisa: 0 hari


Jelas kan kenapa kita gak bisa belajar?? normal dong kalo gak belajar, bukan salah kita dong?

sumber : 9gag.com